Senin, 27 April 2009

feature news

Semangat dalam Keterbatasan

“Walaupun kami tidak dapat melihat, kami tidak mau berdiam diri di rumah menunggu belas kasihan dari para tetangga dan keluarga kami.” Begitu kata Jaryadi, pengamen tuna netra yang berada di sekitar Malioboro.

Bersama istrinya, Keryati (31), Jaryadi (27) menelusiri sepanjang jalan Malioboro dengan sebuah tongkat penuntun jalan dan kricikan di tangannya. Keryati pun membuntut dibelakang Jaryadi sambil meletakkan tangan kirinya di di pundak sang suami dan tangan kanannya memegang gelas plastik guna wadah uang pemberian para pengunjung.

Jaryadi dan Keryati adalah sepasang suami-istri yang sama-sama memiliki kekurangan dalam dirinya, yaitu tidak dapat melihat. Kekurangan inilah yang kemudian mereka jadikan sebagai alat untuk mengais rejeki. ”Sebenarnya saya tidak mau bekerja seperti ini, tapi ya apa boleh buat. Kondisi saya seperti ini. Mana ada orang yang mau mempekerjakan saya”, ungkap Jaryadi sambil tetap tersenyum.

Pasangan yang beda usia 4 tahun ini, sudah menggeluti pekerjaan sebagai pengamen malioboro semenjak 6 tahun silam. ”Awalnya kami menjajahkan hasil karya kami yang berupa pernak-pernik perempuan, tapi sepi pngunjung. Ya akhirnya kami coba ngadu nasib ke Jogja,” ujar perempuan asal Purworejo ini.

Setiap hari mereka rela menempuh rute perjalanan Purworejo – Jogja untuk mendapatkan uang, guna mencukupi kebutuhan rumah tangga mereka, khususnya biaya sekolah putri semata wayangnya, Wahyu Diah Pangestu (9). Pria yang pandai bermain alat musik keyboard ini berharap, suatu kelak nanti anaknya dapat menjadi orang sukses dan tidak bernasib sama seperti kedua orangtuanya.

Begitulah kisah pengamen tuna netra yang mampu memperjuangkan hidupnya, bahkan hingga rela pergi ke luar kota yang ramai akan kendaraan yang sewaktu-waktu dapat membahayakan jiwa mereka. Namun hal itu tidak menyurutkan semangat dan tekad mereka untuk mendapatkan hidup yang lebih baik, terutama memberikan yang terbaik bagi putri mereka. "Kami tetap semangat dengan segala keterbatasan yang kami punya," ucap mereka mengakhiri perbincangan sambil tersenyum tulus, senyum penuh keikhlasan.

Desti Triwahyuni

153070350

Minggu, 26 April 2009

MENAHAN LETIH DI USIA SENJA DEMI CUCU BISA SEKOLAH

"Simbah begini untuk nyangoni cucu sekolah, enggak ada yang biayaain cucuc nya, ibu nya sudah meninggal, ayah nya juga enggak ada, siapa lagi yang biayayain kalo bukan simbah " begitu kata mbah ngatinem, pengemis berusia 90 tahun di jalan malioboro.

Diusia yang telah senja, mbah ngatinem tetap berusaha mengumpul kan uang-uang receh pemberian dari wisatawan yang berkunjung ke malioboro. Fisik nya yang sudah retan tidak menciutkan nyali nya untiuk mencari uang dengan meminta-minta, karena di usia seperti ini hanya itu yang bisa ia lakukan.Semua demi cuccu nya bisa sekolah.

Mbah ngatinem yang tinggal di daerah belakang kampus universutas janabadra tersebut , ternyata berasal dari solo. Namun saat itu , rumah nya kebanjiran, seluruh harta bendanya hanyut, ia pun memutuskan hijrah ke jakarta bersama suami dan anak nya, namun beberapa tahun setelah nya sang suami meninggal dikarenakan sakit. Anak perempuan nya pun meninggal beberapa waktu lalu.enantu nya juga pergi entah kemana.Mbah ngatinem hanya tinggal bersama 2 orang cucu nya.

"Cucu simbah ada dua, yang satu permpuan umur 13 tahun,masih sekolah di SD Prambanan, satu lagi laki-laki umur nya 20 tahun, sekarang dirumah, kerja nya bertani seperti nanam-nanam sayur-sayuran di dekat rumah " ujar nya antusias di balik keadaan fisik nya yang terlihat letih.Ketika di tanya apakah mbah ngatinem senang dengan pekerjaan nya atau tidak, ia menuturkan bahwa ia senang melakukan pekerjaan seperti ini , karena bisa mendapat kan uang untuk memberi makan cucu nya.Agar tidak kelaparan saat mencari uang, mbah ngatinem tidak lupa membawa bekal dan air minum yang di bawa nya dari rumah dan di gendong dengan kain di tubuh nya.

Bu tuti (39) yang merupakan istri pelukis di jalan malioboro menuturkan, bahwa mbah ngatinem sudah beberapa tahun mencari nafkan disini. "Si mbah sudah 6 tahun disini . Setiap hari sekitar ja 10 an dia kemari, nanti siang sekitar ja 1 atau jam 2-an dia berjalan kearah selatan , biasanya sampai jam 5, lalu pulan" ujar wanita berjilbab tersebut.

Di akhir perbincangan, Mbah ngatinem menghaturkan doa-doanya bagi orang-orang yang rela dan ikhlas memberi nya sedikit uang receh yang bagi wanita ini sangat berarti bagi ia dan kedua cucu nya. "seoga yang memberi uang kepada simbah, tidak siasia amal nya. bagas, waras, akeh rezeki ne", tambah nya sembari tersenyum haru.

MINATI ARTA
153070326