Pemilihan Presiden yang akan dilaksanakan 8 Juli 2009 semkain hangat dibicarakan. Partai Demokrat yang telah meraih suara terbanyak yaitu 20 %, cukup menarik perhatian para pesaingnya. Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Calon Presiden dari Partai Demokrat tentu harus mengadakan seleksi ketat untuk mencari pendampingnya. mau tidak mau, partai senior yang telah beranjak lebih dulu, seperti Golkar dan PDI Perjuangan, harus berpikir keras untuk menyalip Demokrat yang semakin hari semakin menarik hati masyarakat.
Sama halnya seperti Demokrat, ke 2 partai besar tersebut layaknya kontestan kompetisi yang sibuk kanan kiri mencari partner koalisi. Bagaimana Jusuf Kalla yang telah memutuskan untuk "bercerai" dari kolaisinya bersama partai Demokrat, mencari pendampingnya sebagai Wakil Presiden. Begitupun dengan Megawati Soekarno Putri, mantan Presiden yang masih bersemangat berpartisipasi dalam kancah perpolitikan. Beliau dengan lugas melemparkan umpan ke partai-partai guna mengantisipasi koalisi-koalisi yang mungkin akan semakin membuat partainya tersingkirkan.
Dari mulai bermunculannya nama-nama baru yang dianggap layak dijadikan partner koalisi, hingga kembalinya nama-nama lama yang seolah mengisyaratkan minusnya regenerasi calon pemimpin. Prabowo Subiantoro dan Wiranto merupakan 2 tokoh yang sekiranya hanya akan menambah deretan opini masyarakat serta pertanyaan ambigu rakyat yang kebingungan dengan peta koalisi pemimpin negeri ini.
Kalaupun sang kandidat menyuarakan " Lanjutkan!" harus menang, betapa pilihan pendamping ataupun saingan yang hanya itu-itu saja, cukup menjadi dilema tersendiri. Fenomena seperti ini tentu menimbulkan pandangan yang bersifat individu yang keluar dari pemikiran masyarakat langsung, yang pada akhirnya masyarakat harus mengingat-ingat kembali sepak terjang kandidat-kandidat lama tersebut, agar sang pemimpin selanjutnya bisa menjadi pasangan yang saling bekerja sama dalam membangun negeri ini, ke arah yang lebih baik tentunya.
Magdalena W Siahaan
(153070335)
Sama halnya seperti Demokrat, ke 2 partai besar tersebut layaknya kontestan kompetisi yang sibuk kanan kiri mencari partner koalisi. Bagaimana Jusuf Kalla yang telah memutuskan untuk "bercerai" dari kolaisinya bersama partai Demokrat, mencari pendampingnya sebagai Wakil Presiden. Begitupun dengan Megawati Soekarno Putri, mantan Presiden yang masih bersemangat berpartisipasi dalam kancah perpolitikan. Beliau dengan lugas melemparkan umpan ke partai-partai guna mengantisipasi koalisi-koalisi yang mungkin akan semakin membuat partainya tersingkirkan.
Dari mulai bermunculannya nama-nama baru yang dianggap layak dijadikan partner koalisi, hingga kembalinya nama-nama lama yang seolah mengisyaratkan minusnya regenerasi calon pemimpin. Prabowo Subiantoro dan Wiranto merupakan 2 tokoh yang sekiranya hanya akan menambah deretan opini masyarakat serta pertanyaan ambigu rakyat yang kebingungan dengan peta koalisi pemimpin negeri ini.
Kalaupun sang kandidat menyuarakan " Lanjutkan!" harus menang, betapa pilihan pendamping ataupun saingan yang hanya itu-itu saja, cukup menjadi dilema tersendiri. Fenomena seperti ini tentu menimbulkan pandangan yang bersifat individu yang keluar dari pemikiran masyarakat langsung, yang pada akhirnya masyarakat harus mengingat-ingat kembali sepak terjang kandidat-kandidat lama tersebut, agar sang pemimpin selanjutnya bisa menjadi pasangan yang saling bekerja sama dalam membangun negeri ini, ke arah yang lebih baik tentunya.
Magdalena W Siahaan
(153070335)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar